Bintang Hatiku
Bintang Hatiku
“Assalamualaikum. Aura....”, salam tiap pagi selalu ada menyapa
Aura.
Setiap pagi Tito
selalu berangkat sekolah bersama Aura
sahabatnya. Tito merupakan sahabat Aura sejak kecil. Mereka selalu satu
sekolah. Di mana ada Aura pasti di situ pasti ada Tito. Rumah mereka berdua
berdampingan sehingga mereka selalu berangkat dan pulang sekolah bersama .
“ Walaikum salam. Eh, Tito udah datang. Mau berangkat sekolah sama
Aura yah”, suara Bunda Aura muncul dari ruang makan.
“ Iya, tante Tito mau berangkat
bareng Aura. Auranya sudah siap tante?”, ujar Tito sembari menyalami Bunda.
“ sebentar lagi Aura siap kok, tadi Aura lagi nyiapin buku yang
mau dibawa. Tito udah sarapan belum?, ayo masuk”, pinta Bunda sembari menarik
Tito masuk ke dalam rumah.
“ Udah kok tante”.
Tito menunggu
Aura di ruang tamu. Sembari menunggu ia membaca sebuah koran yang tersedia di
ruang tamu. Beberapa menit kemudian muncul Ayah Aura keluar dari arah ruang
makan yang kemudian menghampiri Tito.
“ Tito sudah datang rupanya?”, sapa Ayah Aura.
“ Eh om. Iya om Tito mau berangkat bareng Aura. Om sendiri mau
berangkat ke kantor sekarang?”.
“ Iya , nunggu bundanya
Aura yang sedang ngambil tas”.
Tak lama bercakap, akhirnya
yang ditungu-tunggu datang juga. Aura
kini telah siap menuju ke sekolah dengan penampilan yang rapi.
“ Bunda, Ayah. Aura berangkat sekolah dulu yah?”, Aura berpamitan.
“ Iya, hati-hati ya sayang. Kalau ada apa-apa telfon Bunda atau
Ayah”, ujar Bunda melepaskan anak
tercintanya.
“Iya, Bunda”, Aura tersenyum.
“Om, tante Tito sama Aura pergi ke sekolah dulu yah?”, pamit Tito
sembari bersalaman.
“ Hati-hati ya Tito. Jangan ngebut kalau bawa motor. Om sama tante
titip Aura yah?”.
“ Beres Om. Kalau Aura sama Tito pasti aman kok Om”, celetuk Tito
dengan nada bercanda.
Akhirnya mereka
berdua meninggalkan rumah menuju sekolah. Dengan mengendari motor selama tiga puluh menit mereka sampai
juga di sekolah. Suasana sekolah nampak
ramai, lima menit lagi bel masukpun berbunyi. Aura dan Tito bergegas menuju
kelas masing-masing.
“ Ra, gue masuk kelas dulu yah. Entar jam pulang sekolah jangan lupa loe nunggu di parkiran. Loe jadi
kan mau ke toko buku?, tanya Tito.
“ Iya, gue jadi ke toko buku. Nanti gue nungguin elo di tempat
parkir”, sambung Aura.
Mereka
berduapun kini benar-benar berpisah. Jam pertama di kelas Aura pelajaran
matematika. Di mana mata pelajaran ini di benci sebagian banyak anak sekolah.
Namun bagi Aura, pelajaran ini justru menyenangkan. Dengan penuh semangat Aura
membuka buku matematikanya dan memperhatikan dengan seksama.
Dua jam berlalu, bel istirahatpun berbunyi.
Aura beranjak dari tempat duduknya menuju kantin sekolah.
“ Aura, elo mau kekantin yah?, bareng gue yuk?”, ajak Sinta teman
sekelasnya.
“ Boleh, yuk ke kantin”, Aura menyetujui ajakan Sinta.
Belum sampai keluar kelas, tiba-tiba Aura merasa sangat
pusing hingga ia hampir terjatuh.
“ Ra, elo kenapa?,sakit?”, tanya cemas Sinta.
“ Gue nggak apa-apa kok Sin. Ayo, kita ke kantin keburu nanti bel
masuk kelas bunyi”, sambung Aura dengan senyum. Sebenarnya perasaan Sinta
sedikit ragu melihat wajah temannya pucat.
Namun saat mendengar Aura berkata begitu dengan senyuman cerianya, keraguan itu
terhapuskan.
Beberapa langkah
lagi mereka akan sampai di tempat tujuan. Namun tiba-tiba Aura pingsan dan
terjatuh di depan laboratorium biologi. Sinta pun kaget melihat Aura pingsan
mendadak. Seketika itupun Sinta berteriak minta tolong. Beberapa anak pun
datang dan membawa Aura menuju ke ruang UKS. Tak lupa Sinta segera memanggil
Tito sahabatnya.
Setibanya Tito dan Sinta di ruang UKS,ternyata Aura tengah sadar
dari pingsannya. Dengan cemas, Tito menghapiri Aura,.
“ Ra, elo nggak apa-apa kan?, elo sakit?. Gue anter pulang yah?.
Apa perlu gue panggilin dokter sekarang?”, tanya Tito dengan cemas hingga ia
tak sadar kalau ia terlalu banyak bertanya dengan gugupnya.
“ Tito...gue nggak apa-apa kok. Gue mungkin kurang tidur. Tadi
malam gue ngerjain makalah yang mesti dikumpulin hari ini. Elo, nggak usah
khawatir gini”,ujar Aura dengan senyuman manisnya.
“ Beneran elo nggak apa-apa?. Gue khawatir banget”,
“ Iya, bawel”, dengan nada bercanda Aura meyakinkan kepada Tito
kalau keadaanya sudah membaik.
Di tengah suasana
itu tiba-tiba ponsel Aura berbunyi.
Sinta yang berdekatan dengan ponselnya segera mengambilkan dan
memberikannya kepada Aura. Entah apa yang dibicarakan si penelfon itu hingga
membuat Aura menangis histeris secara tiba-tiba dan menjatuhkan ponselnya
sendiri. Aura terus menangis, air matanya tak tertahan lagi. Seketika Sinta memeluknya dengan penuh prihatin.
Sementara itu, Tito segera mengambil ponsel Aura dan menanyakan apa yang
terjadi. Langit bagaikan mau runtuh, bunga seperti layu tiba-tiba dan awan pun
mendung tak secerah sebelumnya. Ternyata hari itu hari yang berkabung bagi Aura. Ayahnya meninggal dunia
karena serangan jantung mendadak saat meeting di kantor.
Setahun sudah
berlalu. Sejak saat itu setiap hari keceriaan Aura telah pudar , yang ada hanya
rasa kesedihan dan kehilangan yang sangat mendalam. Sekalipun Tito dan Sinta
selalu menghibur Aura nampaknya mereka tak berhasil.
Bulan ini
merupakan bulan Juli, beberapa hari lagi merupakan ulang tahun Aura. Namun kali
ini ulang tahunya terasa berbeda. Di tahun-tahun sebelumnya Aura sangat
antusias menyambut hari ulang tahunya. Tetapi kali ini, ia begitu tak bersemangat
bahkan mungkin tak ada pikiran untuk merayakan hari ulang tahunnya.
Hari terus
berlalu, bulan Julipun segera terlewati. Hari ini merupakan hari ulang tahun
Aura. Namun apakah Aura mengetahuinya?, hanya dia sendiri yang tahu.
“ Aura, sudah ditunggu Tito”, Bunda masuk ke kamarnya dan duduk
disebelah anak tercintanya yang sedang tidur sembari meneteskan air mata.
“ Mau apa Tito datang ke sini Bun?”, tanya Aura dengan nada
melemah.
“Bunda juga nggak tahu. Dia Cuma bilang ke Bunda agar kamu
siap-siap. Tito kayanya mau ngajak keluar kamu sayang.”
“ Aura lagi malas nemuin siapa-siapa Bunda”, katanya sambil bangun
dan duduk di pinggiran kasur.
“ Aura sayang, kamu jangan kaya gini terus. Kamu harus jadi Aura
yang ceria seperti dulu. Tolong sayang, kali ini penuhi mau Bunda. Kalau kamu kaya
gini terus Ayah akan sedih di surga
sana”, ujar Bunda dengan nada sedih.
Aurapun segera
memeluk Bundanya dan ia mau menemui Tito. Aura kini telah siap pergi bersama Tito.
Penampilannya pun tak seburuk tadi, Bunda telah menyulapnya menjadi cantik.
Mereka berdua berpamitan pergi. Namun kali ini agak berbeda., mata Aura ditutup
dengan kain. Nampaknya Tito akan
memberikan sebuah sureprise untuknya. Selama 45 menit mengendarai mobil,
akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Sesampainya di tempat misterius itu Aura
hanya mendengar suara seperti ombak. Dan saat matanya dibuka oleh Tito ternyata
ia terkejut. Betapa menakjubkannya pemandangan di depan matanya. Pemandangan
malam laut dan di atas langitnya bertaburan bintang.
“ Elo, suka kan Aura?”,ujar Tito.
“ Tito...Elo, tahu dari
mana kalau gue suka ke tempat ini sama Ayah saat ulang tahuan gue?”, ujar Aura
dengan nada bingung.
“Elo, pasti bingung. Gue nyiapin semua ini buat elo Ra. Gue
tanyain semua ke Bunda. Dari apa saja
yang kamu suka sampai tempat favorit yang sering elo kunjungi bareng ayah saat
ultah elo . Dan saat gue usulin buat ngasih kejutan seperti ini Bunda langsung
menyetujinya”, jelas Tito.
Tito dan Aura
duduk di pantai dan terus memandang
langit yang bertaburan bintang. Hingga Tito tak menyadari kalau Aura terus
meneteskan air mata.
“ Aura, elo kenapa?”, Tito mengusap air matanya dengan penuh kasih
sayang.
“ Gue, nggak apa-apa kok. Gue nangis karena bahagia. Elo tahu?,
Ayah seperti bintang yang ada di sana, meskipun kecil dan tak seterang lainya
tapi dia indah di pandang. Dengan cahaya yang kecil justru membuat kekurangannya menjadi
kelebihannya. Begitu pula seperti Ayah, meskipun beliau udah nggak ada tapi
Ayah akan selalu jadi bintang yang menerangi hati gue”, ujar Aura sembari
berdiri dan tangannya menunjuk ke salah
satu bintang.
“ Iya, elo benar. Ayah akan jadi bintang di hati elo selamanya”,
Tito juga bergegas berdiri.
“ Iya, Ayah akan jadi
bintang di hati gue selamanya. Ayah pasti sekarang sedang tersenyum”, ujar Aura
dengan senyuman bahagianya.
“ Aura, gue janji akan selalu ada buat elo. Setiap tetesan air
mata elo merupakan kesedihan gue juga. Makanya, gue dan Bunda nyiapin ini semua
supaya elo bahagia dan ngerasa nggak kesepian lagi di hari ulang tahun elo Ra”,
jelasnya sembari memegang tangan Aura.
“ Makasih ya Tito. Elo udah baik banget sama gue. Gue beruntung
banget punya sahabat kaya elo”, Aura tersenyum.
“ Oh iya, sudah saatnya kejutan terakhir buat elo Ra”, Tito
melihat jam tangannya.
“ Elo masih nyiapik kejutan lagi buat gue?”, Aura mengerutkan
dahi.
‘ Tentu. Gue kan cowok penuh kejutan hahaha..”, canda Tito.
“ Dasar elo. Huh..”, Aura mencubit lengan Tito.
Titopun tiba-tiba
bertepuk tangan sebanyak dua kali. Seketika itu, Bunda dan Sinta muncul di belakang
Aura sembari membawa kue tar dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Rasa
kaget bercampur bahagia menghinggapi Aura. Ia tak menyangka Bunda dan Sinta
akan datang ke tempat itu. Pasalnya saat Aura hendak berpamitan pergi dengan
Tito Bunda tak bicara apa-apa. Semuanya seolah telah disusun oleh mereka dengan
sedemikian rapinya.
“ Bunda?, Sinta?. Kenapa kalian ada di sini?. Kenapa tadi Bunda
nggak bilang apa-apa sama Aura?”, Aura merasa kebingungan.
“ Iya sayang, ini semua idenya Tito. Bunda dan Sinta sengaja ke
sini untuk kamu sayang. Bunda mau anak Bunda yang cantik ini menjadi anak yang
ceria seperti yang dulu bukan malah sebaliknya”, kata Bunda sembari tersenyum
ke arah anaknya.
Mendengar
penjelasan Bunda, Aura langsung berlari menuju arah Bunda dan mendekapnya. Ia
bahkan meneteskan air mata lagi. Air mata itu bukan air mata kesedihan
melainkan air mata kebahagiaan.
“ Eit, anak Bunda nggak boleh sedih di hari ulang tahunnya.
Sekarang make a wish dan tiup lilinya”, Bunda mengelus-ngelus rambut Aura.
Akhirnya Aurapun
meniup lilin dan membuat permohonan. Selanjutnya Aura memotong kue tar yang
dibawa Bunda dan Sinta. Kue pertama tentu saja diberikan kepada Bunda dan
selanjutnya diberikan kepada Tito dengan disusul Sinta.
Dengan perasaan
sedikit lega Aura kini benar-benar telah melepas sepenuhnya kepergian Ayahnya.
Malam itu benar-benar malam yang sangat membahagiakan bagi Aura. Ternyata ia
salah menilai diri sendiri, yang selalu merasa sendiri. Kini ia tahu walaupun
Ayahnya telah tiada di bumi tapi ia akan selalu di hati menjadi bintang yang menyinari
hati Aura setiap saat.
The
End
Komentar
Posting Komentar